Senin, 27 April 2015

Penting..! Disiplin Penggunaan Antibiotik.. Harus.!

Penggunaan Antibiotik dalam masyarakat saat ini merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi, hampir setiap anggota masyarakat pernah menggunakan antibiotik, baik dari kalangan menengah keatas hingga menengah kebawah, dari yang berpendidikan tinggi hingga rendah, dari anak-anak hingga dewasa. Namun masalah yang terjadi dimasyarakat ialah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cara penggunaan antibiotik dan dampak dari penggunaan antibiotik yang tidak sesuai ketentuan yang berakibat ketidak disiplinan seseorang dalam penggunaan antibiotik dalam terapi. Dan kali ini kami akan mencoba menjelaskan bagaimana dampak ketika seseorang tidak disiplin dalam penggunaan antibiotik.

Kedisiplinan penggunaan antibiotik ialah kepatuhan seseorang dalam penggunaan antibiotik yang diberikan dalam terapi sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh apoteker ataupun dokter yang mencakup cara menggunaan, waktu pengguaan, dan dosis penggunaan. 

Sebelum kita membahas mengenai dampak dari penggunaan antibiotik yang tidak disiplin sebaiknya mengetahui terlebih dahulu tentang antibiotik. Antibiotik ialah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desinfektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup. 

Antibiotik terbagi dalam beberapa golongan berdasarkan terget kerjanya, diantaranya yaitu :

- Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, contohnya golongan Penisilin, Polipeptida dan Sefalosporin, misalnya ampisilin, penisilin G.

- Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, contohnya rifampisin, aktinomisin D, asam nalidiksat.

- Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Makrolida, Aminoglikosida, dan Tetrasiklin, contohnya gentamisin, kloramfenikol, kanamisin, streptomisin, tetrasiklin, oksitetrasiklin, eritromisin, azitromisin.

- Inhibitor fungsi membran sel, contohya ionomisin, valinomisin.

- Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, contohnya oligomisin, tunikamisin.

- Antimetabolit, contohnya azaserine.

Penggunaan antibiotik yang tidak disiplin akan mengakibatkan resistensi, yaitu kondisi dimana bakteri telah kebal terhadap atibiotik. Karena bakteri dapat mengenali pola dari antibiotik yang diberikan dan bakteri mendapatkan selang waktu atau kondisi dimana bakteri tersebut dapat mempersiapkan diri untuk menangkal antibiotik yang dapat merusaknya. Pada umumnya yaitu dengan perubahan gen dalam inti sel bakteri tersebut yang berakibat berubahan anatomi fisilogi tubuhnya. Sebagai contohnya yaitu resistensi bakteri terhadap antibiotik golongan beta-laktam, contohnya penicilin dan ampicilin, yang pada kondisi resistensi bakteri telah mempunyai enzim beta-laktamase yang dapat memecah cincin beta-laktam dari antibiotik yang dapat merusak dinding sel bakteri yang berakhibat pecahya sel bakteri (sitolisis) sehingga antibiotik beta-laktam terinaktifasi, dan terjadilah resistensi.

Kondisi resistensi memaksa seseorang harus menggunakan jenis antibiotik yang lebih poten, karena antibiotik yang diberikan sebelumnya sudah tidak berefek positif lagi dalam terapi penyembuhan, dan apabila penggunaan antibiotik yang baru seseorang tersebut kembali tidak disiplin dalam penggunaannya, maka akan terjadi resitensi kembali dan terapi pada kondisi seperti ini dengan menaikan dosis atau pergantian jenis antibiotik dengan jenis antibiotik yang lebih poten dari yang sebelumnya dan apabila kondisi sifat pasien tetap tidak disiplin dalam menggunakan antibiotik, maka akan sampai dimana tidak ada antibiotik lagi yang afektif dalam penyembuhan penyakit infeksi yang diderita.

Sekian yang dapat kami bagi mengenai informasi bahaya ketidak disiplinan peggunaan Anti-biotik, TERIMKASIH TELAH MEMBACA BLOG KAMI, J 

Muhammad Maadani. Calon S.Farm, Apt.
1208010072

Minggu, 19 April 2015

MASIH BINGUNG BAGAIMANA CARA UNTUK MEMBUANG OBAT?????

 Sebagian besar masyarakat kadang lebih suka untuk menyimpan obat di rumah untuk persediaan di kala sedang sakit agar tidak perlu lagi untuk bolak-balik apotek dan mungkin sebagian besar dari kita memiliki obat-obatan yang sudah tidak terpakai lagi atau obat yang sudah kadaluarsa di lemari obat kita. Padahal obat-obatan yang di simpan pun seharusnya ada aturannya, yaitu hanya untuk obat-obatan dengan penyakit ringan dan obat nya pun harus termasuk obat-obat  yang dengan golongan obat bebas, bukan golongan obat keras  dan yang lainnya. Apalagi  jika obat antibiotik, sebaiknya obat golongan antibiotik tidak di gunakan untuk di simpan terlalu lama, karna obat antibiotik adalah obat yang termasuk obat keras dan penggunaannya pun harus di habiskan langsung dan tidak untuk di simpan untuk penyakit selanjutnya, karna akan menyebabkan resistensi. Dan tidak boleh juga di lakukan untuk obat-obatan yang steril, contohnya tetes mata, karna tetes mata hanya boleh di lakukan kurang lebih 3 bulan setelah obat di buka segelnya.  Dan setelah beberapa bulan atau lebih persediaan-persediaan obat yang di simpan di rumah masyarakat terkadang bingung untuk cara membuangnya dan terkadang sebagian besar juga masyarakat membuang obat-obatan tersebut dengan sembarangan. Lalu seharusnya apa yang harus kita lakukan terhadap obat-obatan tersebut? Dibuang ke tempat sampah? Dihanyutkan ke dalam toilet atau saluran air? Apakah ada cara khusus membuang obat-obat tersebut dengan aman dan tepat?
Seperti yang kita ketahui, obat mengandung zat-zat kimia tertentu. Pembuangan obat yang tidak tepat justru dapat membahayakan, tidak hanya bagi manusia tetapi juga bagi lingkungan sekitar kita. Banyak zat seperti estrogen sintetis yang digunakan dalam terapi hormon dapat mengganggu sistem endokrin sehingga dapat mengganggu atau memodifikasi proses-proses hormonal di dalam tubuh. Obat penenang dapat mempengaruhi atau mengubah aktivitas sistem saraf pusat. Sementara pembuangan antibiotik yang sembarangan dapat menyebabkan berkembangnya bakteri yang resisten antibiotik. Pembuangan obat ke saluran air dapat membahayakan ikan, katak, dan mengganggu ekosistem perairan karena obat masih dapat ditemukan di perairan meskipun dalam konsentrasi rendah.
Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk membuang obat dengan tepat dan aman:
Pertama-tama, lihat instruksi pembuangan yang dianjurkan untuk obat tersebut. Obat-obatan tertentu ada yang disarankan untuk dibuang ke toilet. Hal tersebut merupakan hasil pertimbangan antara Badan pengawas Obat dengan pabrik pembuat obat. Metode ini dipilih dengan pertimbangan bahwa metode tersebut dianggap metode yang paling tepat dengan tingkat keamanan yang paling optimal. Contohnya pada obat golongan narkotik tempel (patch/koyo) disarankan pembuangan di toilet. Baik koyo bekas pakai ataupun tidak terpakai, karena obat ini bila terlalu banyak dapat mengakibatkan gangguan pernapasan berat dan dapat mengakibatkan kematian pada bayi, anak, hewan atau orang dewasa terutama pada orang yang belum pernah menggunakan obat tersebut. Koyo tersebut walaupun setelah dipakai masih mengandung kandungan aktif obat, sehingga berbahaya bila dibuang di tempat sampah karena masih mengandung golongan narkotik yang berpotensi membahayakan orang lain.
Jika instruksi tidak diberikan, obat dapat dibuang ke tempat sampah. Namun, sebelum membuang ke tempat sampah, ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu antara lain:
Hilangkan informasi seputar obat dan keluarkan obat dari kemasan aslinya. Hal ini akan melindungi identitas dan privasi mengenai keadaan kesehatan kita. Selain itu, hal tersebut juga berguna untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab (misalnya penjualan kembali obat-obatan tersebut setelah dikumpulkan oleh pemulung). Hal yang bisa dilakukan misalnya dengan mengeluarkan tablet atau kapsul dari strip atau blisternya (lebih baik bila obat juga dihancurkan), dan jika obat berupa sirup atau cairan, keluarkan dari botolnya.
Campur obat-obat tersebut dengan air, garam, kotoran, pasir, ampas kopi, atau bahan-bahan lain yang tidak diinginkan. Hal ini untuk menghindari terjadinya pengambilan obat oleh orang lain (misalnya pemulung), anak kecil, hewan, dan sebagainya.
Taruh semua obat tersebut dalam wadah tertutup, misalnya dalam kantung plastik atau wadah lainnya yang ditutup rapat dan disegel dengan kuat. Hal ini dilakukan untuk mencegah obat tersebut bocor atau keluar dari kantong sampah. Selain itu juga untuh mencegah terjadinya penyalahgunaan.
Masukkan kemasan obat seperti botol yang sudah tidak terpakai dan sudah dihilangkan semua informasinya ke dalam wadah yang tertutup (tidak tembus pandang), seperti trash bag, lalu tutup dengan rapat dan disegel dengan kuat. Untuk kemasan seperti strip dan blister, sebaiknya kemasan dirusak terlebih dahulu dengan cara merobek atau menggunting-guntingnya sebelum dimasukkan ke kantong sampah. Lagi-lagi hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Buang ke tempat sampah.


Demikian informasi yang dapat saya sampaikan mengenai cara untuk membuang obat, semoga artikel ini bermanfaat. Terimakasih.....

By : Andini Puji Astuti (1208010054)